Deru tak terlihat menyambangiku. Mematikan detakku dan nafasku yang terengah. Terdiam dan terpaku akan indahnya surga. Semilir di tengah kesunyian. Menemani pacu ombak yang bersahutan. Hangatnya butiran pasir yang ku pijak membuatku terdiam. Membisu... Seraya aku berkata, "Tuhan, sungguh indah negeriku ini!". Seorang bocah ingusan menyendiri di hamparan jutaan pasir putih. Seperti nama tanah yang ia pijak, Pasir Putih. Pohon kelapa menjulang tinggi di sekitarnya, menyejukkan setiap makhluk yang dilingkupinya.
Bocah yang tak lain ialah diriku mematung memandangi senja. Hamparan lautan jernih terpampang di hadapannya. Ikan-ikan kecil berlarian, indah bak tarian dalam lautan. Tak pernah kutemui pemandangan ini di Jawa. Tidak. Tahukah? Aku merindukan pasir yang kupijak saat itu. Sebuah pantai yang menjadi rumah para keong-keong kecil dan kepiting-kepiting putih.
Tanah Timur yang mungkin tak kita hiraukan atau hanya kita dengar saja. Usiaku 4 tahun dan aku masih mengingat sedikit memori yang tersisa. Di tanah itu lah awal kehidupanku berpijak. Tanah dengan sejuta kecantikan surgawinya. Hutannya yang luas menyelimutinya. Menjadikannya kaya dengan segala potensinya.
Sesaat setelah anak itu terdiam, seorang anak kecil yang lebih tua darinya datang dan berkata,"Saldi! Makan dulu!". Rupanya panggilan untuk makan bersama. Kami, para perantau terbiasa bepergian bersama. Menjelajahi bumi bagian timur sesekali untuk meluangkan waktu menikmati keindahan alam setelah merasakan kebosanan dengan kehidupan sehari-hari.
Dalam acara sederhana, yaitu makan bersama ku rasakan sebuah kehangatan keluarga. Berbagi cerita dengan ciri khas kami masing-masing. Canda dan tawa terdengar berkali-kali di kalangan pria sedangkan para istri mereka sibuk mengasuh dan menyuapi anak-anaknya. Icam, anak laki-laki nakal yang sering membuat onar. Mulai dari bermain dengan kotoran sampai berkelahi. Dia jawaranya. Rambutnya yang panjang dan runcing di bagian belakang bawah sangat pantas dengan karakternya. Tak pernah ia diam walaupun saat makan, kecuali setelah ibunya memarahinya.
Aku sendiri seorang anak pasif, pemalu, dan penakut. Suka pantai tetapi takut air laut karena aku pernah beberapa kali terseret ombak dan tenggelam, namun aku masih beruntung bisa kembali ke daratan.
Aku duduk di sebuah kursi panjang tua berwarna coklat dan kotor dengan pasir di atasnya. Terdiam menikmati indahnya hariku. . .
0 komentar:
Posting Komentar